PERAN KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENYEBARANBERITA BOHONG (HOAX)

OPINI UMUM

Ilham. SHI,.MH Tenaga Pengajar Fakultas Ilmu Hukum Universitas Ichsan Gorontalo Utara

Di era digitalisasi saat ini setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia, demikianlah isi Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) setelah Amandemen ke-2.  Uraian diatas dapat dipahami bahwa akses masyarakat terhadap pemberitaan merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui dan dilindungi oleh negara, sehingga pemenuhannya menjadi tanggung jawab negara, serta pengelolaannya serta pemanfaatannya dijamin oleh Undang- undang (UU).

Pemerintah selaku penanggung jawab negara, dan dalam rangka menjamin terlaksananya UUD 1945, menerbitkan UU NO 1 Tahun 2024  Tentang perubahan atas UU No. 19 Tahun 2016 dan  UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dimana dalam dasar pertimbangannya termuat bahwa untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik agar terwujud keadilan, ketertiban umum, dan kepastian hukum; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Aturan-aturan ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian besar, yakni pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik dan pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang.

Kemudahan yang dijanjikan dan disajikan oleh media internet bukan hanya dimanfaatkan oleh pelaku bisnis computer dan elektronika, namun juga mengunggah pelaku bisnis yang bergerak di bidang penerbitan dan pemberitaan.  Tidak terkendali maka bisa mengarah ke hal yang negatif seperti pemanfaatan untuk penghinaan dan pencemaran nama baik melalui pemberitaan, untuk penghinaan dan pencemaran nama baik melalui media internet, yang menjadi masalah adalah apakah provider internet dapat dituntut sebagai ikut bertanggung jawab dalam hal terjadinya kasus.  Kajian hukum mengenai internet dikenal luas dengan istilah cyber law atau hukum cyber, dimana penyalah gunaan dan kejahatan yang terjadi dalam lingkup ini disebut cyber crime atau kejahatan cyber.

Hoax berasal dari bahasa latin asal katanya adalah hocus dalam mantera hocus pocus yang aslinya adalah hoc est corpus berarti ini adalah tubuh, mantera ini digunakan penyihir untuk menyatakan bahwa sesuatu itu adalah benar, namun kenyataannya belum tentu benar. Hoax adalah sebuah pemberitaan palsu yakni usaha untuk menipu atau mengakali pembaca atau pendengarnya untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu bahwa berita tersebut palsu. Hoax bertujuan membuat opini publik, menggiring opini, membentuk persepsi, juga untuk having fun yang menguji kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial. Hoax merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet, kata hoax berasal dari Amerika dan awalnya merupakan sebuah judul film yakni “The Hoax”.  Hoax terkategori sebagai perbuatan melawan hukum. Saat ini perbuatan melawan hukum di dunia maya merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan, mengingat tindakan carding, hacking, penipuan, terorisme, hoax, telah menjadi aktifitas pelaku kejahatan di dunia maya, hal ini masih sangat kontras dengan kurangnya regulasi yang mengatur pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi di berbagai sektor dimaksud.

Ancaman  pidana bagi penyebar hoax, antara lain: Pasal 28 Ayat (1) UU ITE berisi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”, Pasal 28 Ayat (2) UU ITE berisi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).

Ketentuan pidana pada UU ITE tercantum rincian ancaman pidana bagi penyebar hoax, Pasal 45 UU ITE berbunyi “setiap orang yang memenuhi unsur yang dimaksud dalam pasal 28 Ayat (1) dan (2) maka dipidana penjara paling lama enam tahun dan atau denda paling banyak Rp 1 Milyar”.

Penyebar berita bohong atau hoax dapat dijerat dengan 2 (dua) pasal dalam KUHP, yakni  dalam Pasal 14, sebagaimana ketentuan dalam kedua ayatnya yakni :

(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi- tingginya sepuluh tahun.

(2) Barangsiapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun ; Seadangkan Pasal 15 mengatur ketentuan terhadap siapa saja yang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga bahwa kabar demikian akan atau sudah dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun”.

UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, yakni Pasal 2 berisi bahwa fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Menurut Pasal 4 berisi bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Selain itu salah satu dari tugas pokok yang dimiliki Polri, tercantum dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 14 ayat (1) huruf g, yakni “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya”.

Peran Kepolisian dalam Penanggulangan Tindak Pidana Berita Bohong (hoax) Kepolisian sangat berperan penting dalam pemberantasan penyebaran berita bohong (hoaks) dan ujaran kebencian di internet. Penindakan hukum oleh Kepolisian merupakan peran penting dalam menjerat pelaku penyebar hoaks.

Dalam Undang-Undang Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang perubahan atasa Nomor 19 Tahun 2016  dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terdapat Pasal 45A bahwa pelaku penyebar hoaks atau berita bohong dan ujaran kebencian akan mendapat hukuman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda 1 milyar rupiah,”

Adapun langkah-langkah preventif yang di lakukan oelh kepolisian adalah: 1. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang berita hoax beserta jenis-jenis hoax yang sering tersebar di dunia maya, dengan cara sosialisasi kepada masyarakat. 2. Perlu aplikasi yang lebih canggih lagi dalam menangani berita hoax dengan menitikberatkan pada pencegahan agar siapapun yang ingin menyebarkan berita hoax itu tidak bisa dilakukan karena langsung terblokir secara otomatis. 3. Tegakkan Legislasi, untuk menegakkan legislasi lebih pada peraturan  perundangan harus ditabrakkan sebaik mungkin tidak peduli pada kelompok tertentu sehingga pada penerapannya di masyarakat peraturan tersebut dapat membuat jera masyarakat 4. Perteguh Regulasi, sebetulnya dua hal itu sama, jadi tujuannya membuat peraturan perundang undangan yang bisa mencabut permasalahan dari akar permasalahannya dan dalam pembuatannya pun harus melalui pendekatan pada masyarakat sehingga tidak terjadi penyelewengan pada saat pelaksanaan karena pelaksanaan regulasi yang menjadi subjek nya masyarakat. 5. Sosialisasi Bahaya Hoax, pemerintah seharusnya mengoptimalkan anggaran khusus program ini, dengan memperbanyak seminar-seminar anti hoax tentang Pencegahan serta Penanggulangan Berita Hoax dengan contoh-contoh sebagai berikut; 1) Hati-hati dengan judul provokatif, 2) Cermati alamat situs, 3) Periksa sumber & faktanya, 4) Cek keaslian foto, 5) Dan yang terakhir  membentuk Grup Anti-Hoax. Dengan menggunakan bahasa yang komunikatif dan pembicara dalam sosialisasi yang berkompetensi maka masyarakat akan lebih memahami dan tertarik untuk mendengarkan seminar/sosialisasi akan bahaya hoax tersebut. 6. Meningkatkan angka literasi masyarakat, adapun yang terakhir pemerintah harus memperluas jaringan literasi dengan cara mengadakan pustaka keliling serta menyuarakan pentingnya membaca, membentuk komunitas baca di sekolah maupun di lingkungan masyarakat, dan mengoptimalkan peran perpustakaan seperti budidayakan membaca di sekolah sebelum keefektifan belajar & mengajar (KBM).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *